Model Pembelajaran Perubahan Perilaku
A.
Konsep
Model Pembelajaran Modifikasi Tingkah Laku
Keluarga
model-model tingkah laku ini penekanannya adalah atas usaha-usaha menciptakan
sistem yang efisien bagi kegiatan-kegiatan pembelajaran dan modifikasi
(shaping) tingkah laku dengan manipulasi penguatan (reinforcement). Model
modifikasi tingkah laku mengenal perubahan-perubahan tingkah laku lalu
mengutamakan perubahan-perubahan eksternal tingkah laku peserta didik beserta
deskripsinya berupa tingkah laku yang tampak. Ke dalam keluarga model ini
diwakili oleh model operant conditioning (Operant Conditioning Model). Model
ini biasanya dipergunakan secara luas untuk mencapai bermacam tujuan. Dapat
pula dipergunakan sebagai komplementer terhadap model-model lainnya. Dalam
memilih berbagai model biasanya guru menggunakan strategi modifikasi tingkah
laku dengan tidak sengaja.
B.
Karakteristik
Modifikasi Perilaku
1.
Fokus
pada perilaku (focuses on behavior)
Fokus
pada perilaku artinya menempatkan penekanan pada perilaku yang dapat diukur
berdasarkan atas dimensi-dimensinya, seperti frekuensi, durasi, dan
intensitasnya. Karena itu metode modifikasi perilaku selalu mengamati dan
mengukur setiap tahap perubahan sebagai indikator dari berhasil atau tidaknya
program bantuan yang diberikan. Dalam modifikasi perilaku, akan menghindari
label-label interpretatif dan sistem diagnostik (avoid interpretive labels and
diagnostic systems), serta fokus pada perilaku yang berkekurangan atau yang
berlebihan (focus on behavioral deficits or behavioral excess). Dalam
modifikasi perilaku, mengkategorikan apakah suatu perilaku sebagai berlebihan
atau kekurangan merupakan langkah yang mutlak, sehingga dapat dipahami secara
pasti mana perilaku yang termasuk excesses atau berlebihan dan akan dikurangi
atau yang termasuk deficit atau berkekurangan dan akan ditingkatkan.
Modifikasi
perilaku berfokus pada perilaku yang harus diubah. Seseorang yang perilakunya
harus mendapatkan teknik modifikasi
perilaku adalah menunjukkan perilaku yang berbeda dari yang diharapkan
di sekolah atau masyarakat dan
membutuhkan perbaikan.
Ada
dua bentuk target perilaku dalam modifikasi perilaku:
1) Behavioral
exceses adalah perilaku target yang negatif (tidak layak) yang ingin dikurangi
frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku merokok.
2) Behavioral
deficit adalah aladah target perilaku yang positif (lanyak) yang ingin
ditingkatkan frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku gemar
membaca.
2.
Menekankan
pengaruh belajar dan lingkungan (emphasizes influences of learning and the
environment)
Modifikasi
perilaku juga menekankan pengaruh belajar dan lingkungan, artinya bahwa
prosedur dan teknik tritmen menekankan pada modifikasi lingkungan tempat dimana
individu tersebut berada, sehingga membantunya dalam berfungsi secara lebih
baik dalam masyarakat. Lingkungan tersebut dapat berupa orang, objek,
peristiwa, atau situasi yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak
terhadap kehidupan seseorang.
3.
Mengikuti
pendekatan ilmiah (takes a scientific approach)
Mengikuti
pendekatan ilmiah artinya bahwa penerapan modifikasi perilaku memakai
prinsip-prinsip dalam psikologi belajar, dengan penempatan orang, objek,
situasi, atau peristiwa sebagai stimulus, serta dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
4.
Menggunakan
metode-metode aktif dan pragmatik untuk mengubah perilaku (uses pragmatic and
active methods to change behavior)
Menggunakan
metode-metode aktif dan pragmatik untuk mengubah perilaku maksudnya bahwa dalam
modifikasi perilaku lebih mengutamakan aplikasi dari metode atau teknik-teknik
yang telah dikembangkan dan mudah untuk diterapkan.
C.
Model-model
Sistem Perilaku
Semua
model dalam kelompok ini memiliki dasar teoritis yang sama, suatu body of
knowledge yang merujuk pada teori behavioral. Model-model ini menekankan pada
upaya untuk mengubah perilaku yang tampak dari para siswa. Beberapa model yang
termasuk dalam kategori ini antara lain:
1.
Model
Instruksi Langsung
Instruksi
langsung memainkan peran yang terbatas namun penting dalam program pendidikan
yang komprehensif. Kritik terhadap instruksi langsung memperingatkan pada kita
bahwa pendekatan ini seharusnya tidak digunakan setiap saat, untuk semua
pendidikan atau untuk semua siswa. Beberapa keunggulan terpenting dari
instruksi langsung ini adalah adanya fokus akademik, arahan dan kontrol guru,
harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa, sistem manajemen waktu, dan
atmosfer akademik yang relatif stabil.
a)
Sintaks
Tahap
1: Orientasi
1) Guru
menentukan materi pelajaran
2) Guru
meninjau pelajaran sebelumnya
3) Guru
menentukan tujuan pelajaran
4) Guru
menentukan prosedur pengajaran
Tahap
2: Presentasi
1) Guru
menjelaskan konsep atau keterampilan baru
2) Guru
menyajikan representasi visual atas tugas yang diberikan
3) Guru
memastikan pemahaman
Tahap
3: Praktik yang terstruktur
1) Guru
menuntun kelompok siswa dengan contoh praktik dalam beberapa langkah
2) Siswa
merespon pertanyaan
3) Guru
memberikan koreksi terhadap kesalahan dan memperkuat praktik yang telah benar
Tahap
4: Praktik di bawah bimbingan
1) Siswa
berpraktik secara semi-independen
2) Guru
menggilir siswa untuk melakukan praktik dan mengamati praktik
3) Guru
memberikan tanggapan balik berupa pujian, bisikan, maupun petunjuk
Tahap
5: Praktik mandiri
1) Siswa
melakukan praktik secara mandiri di rumah atau di kelas
2) Guru
menunda respon balik dan memberikannya di akhir rangkaian praktik
3) Praktik
mandiri dilakukan beberapa kali dalam periode waktu yang lama
b)
Sistem
sosial
Sistem
sosial dalam model instruksi langsung ini benar-benar terstruktur.Tugas guru
adalah menyediakan pengetahuan mengenai hasil-hasil, membantu siswa
mengandalkan diri mereka sendiri, dan memberikan reinforcement.
c)
Sistem
dukungan
Sistem
dukungan mencakup rangkaian tugas pembelajaran, yang terkadang sama rumitnya
dengan seperangkat materi yang dikembangkan sendiri oleh tim instruktur.
2.
Model
Simulasi
Simulasi
pada hakikatnya di dasarkan pada prinsip sibernetik yang dihubungkan dengan
komputer. Fokus utama dalam teori ini adalah munculnya kesamaan antara
mekanisme kontrol timbal balik sistem elektronik dengan sistem-sistem manusia.
Dengan simulasi, tugas pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa agar tidak
begitu rumit daripada tampak di dunia nyata, sehingga siswa bisa dengan mudah
dan cepat menguasai skill yang tentu saja akan sangat sulit ketika mereka mencoba
menguasai di dunia nyata.
a)
Sintaks
Tahap
1: Orientasi
1) Guru
menyajikan topik mengenai simulasi dan konsep yang akan dipakai dalam aktivitas
simulasi
2) Guru
menjelaskan simulasi dan permainan
3) Guru
menyajikan ikhtiar simulasi
Tahap
2: Latihan partisipasi
1) Guru
membuat skenario (aturan, peran, prosedur, skor, tipe keputusan yang akan
dipilih, dan tujuan)
2) Guru
menugaskan peran simulasi kepada siswa
3) Siswa
melaksanakan praktik dalam jangka waktu yang singkat
Tahap
3: Pelaksanaan simulasi
1) Guru
memimpin aktivitas permainan dan administrasi permainan
2) Siswa
mendapat umpan balik dan evaluasi (mengenai penampilan dan pengaruh keputusan)
3) Guru
menjelaskan kesalahan konsepsi
4) Siswa
melanjutkan simulasi
Tahap
4: Wawancara siswa
1) Guru
menyimpulkan kejadian dan persepsi
2) Siswa
menyimpulkan kesulitan dan pandangan-pandangannya
3) Guru
dan siswa menganalisis proses
4) Guru
dan siswa membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata
5) Siswa
menghubungkan aktivitas simulasi dengan materi pelajaran
6) Guru
menilai dan kembali merancang simulasi
b)
Sistem
sosial
Sistem
sosial adalah simulasi yang tentu saja sangat kental. Namun, dalam sistem yang
terstruktur, lingkungan pembelajaran dengan interaksi kooperatif bisa, dan
seharusnya berkembang. Kesuksesan terakhir dalam simulasi sebenarnya juga
ditentukan oleh kerjasama dan kemauan untuk berpartisipasi dalam diri siswa.
Peran
guru tidak jauh berbeda dengan fasilitator. Selama proses simulasi ia harus
menunjukkan sikap yang tidak evaluatif namun tetap suportif. Di sini guru
bertugas menyajikan, lalu memfasilitasi pemahaman dan penafsiran tentang
aturan-aturan simulasi.
c)
Sistem
pendukung
Ada
banyak sumber dalam hal ini. Misalnya saja, social science education consortium
data book yang menyajikan lebih dari lima puluh simulasi yang cocok digunakan
dalam studi sosial. Aktivitas-aktivitas simulasi juga direview secara regular
dalam jurnal social education.
3.
Operant
Conditioning (Operant Conditioning Model)
Pengetahuan
tentang operant conditioning model ini berasal dari ilmuwan B.F Skinner dari
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa melalui hubungan antara
tindakan-tindakan dengan konsekuensinya, kita belajar berperilaku dengan
cara-cara tertentu. Model ini merupakan proses pembelajaran melalui rewards dan
punishmant, atau disebut juga instrumental conditioning, yakni perilaku kita
biasanya menghasilkan konsekuensi. Jika aktivitas yang kita lakukan berdampak
menyenangkan (positif), maka dimasa yang
akan datang kita cenderung untuk tidak mengulangnya. Gejala ini disebut sebagai
the law of effect yang sangat fundamental bagi operant conditioning.
a)
Sintaks
Fase
I : Perhatian (attention)
Fase
II : Penguasaan (retention)
Fase
III: Penciptaan kembali perilaku (behavioral reproduction)
Fase
IV : Motivasi (motivation)
b)
Prinsip
reaksi
1) Guru
memberi model sebagai petunjuk kepada peserta didik bagaimana aktivitas yang
efektif
2) Peserta
didik melakukan aktivitas berdasarkan model (meniru) yang diberikan
3) Guru
memberi motivasi dan penghargaan
c)
Sistem
sosial
1) Punishment
merupakan penetapan konsekuensi negatif atas perilaku yang tidak diinginkan.
Punishment ditetapkan agar perilaku tersebut tidak dilakukan.
2) Extinction
merupakan satu proses penghilangan perilaku yang semula diharapkan untuk
dilakukan. Extinction dilakukan dengan cara tidak lagi memberikan konsekuensi
atas perilaku yang semula diinginkan tersebut atau dengan cara menghentikan
konsekuensi positif atas perilaku yang dihilangkan.
d)
Sistem
pendukung
Sistem
pendukungnya terutama terletak pada kompetensi guru mengenal karakteristik
peserta didik, khususnya kondisi mental dan kejiwaan peserta didik.
Komentar
Posting Komentar